Khitbah...
Sebuah kata yang nampaknya begitu berat dilalui,
meskipun adanya selalu terlintas di benak hati ini.
Bagaimana ku melalui, ta'aruf saya belum ku jalani,
hal terbaik yang saat ini bisa aku lakukan adalah bersabar.
Cerita ini berawal ketika aku setelah wisuda (beberapa hari setelahnya),
pada sebuah malam yang hangat, aku, ibuk dan bapak berkumpul di ruang tengah rumah.
Persis seperti cerita
mu entah kamu mengetahuinya dari mana,
waktu itu adalah saat yang paling aku nantikan,
dimana aku meluapkan segala perasaan yang aku tahan berbulan bulan lamanya,
fokus mengerjakan skripsi, merantai di luar kota tanpa memikirkannya,
dan tibalah saatnya aku menyampaikannya, semuanya...
Ya.. sebuah rasa, rasa yang berawal dari kekagumanku pada seseorang,
seseorang yang memiliki ghiroh yang sama, gerak yang sama, dan visi yang sama (pikirku).
Kekagumanku itu semakin tumbuh merekah bersama amanah yang kian bertambah,
serasa diri ini selalu berdoa agar dipertemukan di jalanNya,
berjuang bersama atas ridhoNya.
Sedikit banyak ku mengenal
mu dari beberapa orang yang ku kenal dan dari tulisan
mu,
dari pencarianku tersebut, ku sampaikan semuanya pada bapak dan ibuk
dan subhanallah, ternyata keluarga
mu, Bapak dan Ibuk
mu adalah teman akrab Bapak dan Ibukku
spontan ibuk ku kaget, tak menyangka rasa itu muncul di keluarga teman sekamarnya dulu,
teman yang selalu bersama di kala suka dan duka,
teman bercerita, belajar dan memasak bersama di sebuah asrama.
Beberapa kali ibuk meminta
handphone ku melihat foto berulang ulang,
memastikan apakah betul itu temannya dulu, dan ternyata benar itu temannya,
saat itu kami saling memandang satu dengan yang lain,
seakan setengah tidak percaya...
Tanpa fikir panjang ibukku menjawab yakin bahwa sudah pasti keluarganya lebih dari baik,
padahal aku belum cerita panjang lebar tentang dirimu dan keluargamu dari yang ku ketahui,
ternyata bapak dan ibukku sudah lebih cukup tahu dari pada diriku,
ditambah dengan penjelasanku, bapak ibuk semakin mantap
mantap menjawab segala kegelisahan yang telah aku ceritakan,
bahwa segala kegelisahan itu akan dapat diobati dengan menikah.
Karna ibukku itu sudah merasa sangat dekat dengan ibuk
mu,
ibukku langsung meminta aku menuliskan biodata singkat,
akan disampaikannya disaat keduanya bertemu saat ngaji,
dan ibuk juga menyuruh menuliskan alasan aku merasa kagum dan suka pada
mu,
alasan yang membuat ku yakin dan percaya untuk meminang
mu
berharap bersamamu akan menambah kebaikanku dan kebaikan
mu
saling melengkapi untuk semakin mendekat pada sang Rabbi
Namanya juga A'am, diperintah ibu nulis ya manut nulis
tanpa pikir panjang akhirnya ku menulis disecarik kertas
apa yang ku tulis... apapun itu, yang jelas aku malu membacanya >,<
kalau diingat ingat, ingin rasanya menarik surat itu, bener bener polos ku menulisnya
aku tak tahu langkah ku waktu itu benar atau tidak
yakinku hanya berkata, jika orang tuaku ridho maka itu sudah lebih dari cukup
sami'na wa atho'na, harapku bersamamu...
bersama dengan surat itu (yang nantinya akan sampai padamu)
ku mulai bersabar menjaga hati ini hanya untukNya, untukmu, untuk kita
Terkadang terbesit olehku, benarkah ta'aruf itu...
bukankah aku juga harus tahu lebih dalam tentang calonku ?
masyaallah... rasa khawatirpun selalu menyelimutiku
seiring jawaban dari keluargamu yang tak kunjung datang
"apakah caraku salah ? apakah.. ini dan itu... astaghfirullah"
Dengan tenang ibuk menjawab,
"Sudaah... tenang saja Aaaam.., ibuknya sudah menjawab dan menerima dengan baik suratnya,
hanya saja baru akan disampaikan pada anaknya (
kamu) besok kalau sudah lulus,
bapakm juga sudah ditemuinya, dan jawabannya pun sama,
khusnudzon billah, mereka itu keluarga baik insyaallah sudah mengenal kita
tugasmu sekarang bersabar, sambil mempersiapkan segalanya,
yakin sama Allah, yang baik itu akan menjadat jodoh yang baik juga."
Setelah itu, hari demi hari berlalu dengan penuh makna sabar
menjalani aktivitas dengan penuh ingat dan taat
seakan mengemis kasih dan ridhoNya
bersama doa dan harap untuk segera dipertemukan
Ku harap sabar ini adalah bukti niat kesungguhanku untuk meminang
mu
Tak ingin ku terburu buru, dan tak ingin pula ku mendesak
mu
Ingin rasanya membantumu menyelesaikan urusan
mu
tapi ku merasa mendoakanmu adalah lebih ahsan untuk menjaga iffah dan izzahmu
ku percaya bahwa kamu mampu, anggap saja ini ujian bagi kita
berlatih mengambil hikmah sebanyak banyaknya dari proses bersabar
bersabar dengan sabar yang indah
Dan akhirnya khitbah pun akan siap pada saatnya...
sekarang, bersabar untuk sementara waktu
Ma'an najah, ku tunggu lulus
mu
Hasbunallah wani'mal wakiil, ni'mal maulaa wa ni'man nashir
Yogyakarta, 29/06/2017 - AM