Assalamu'alaikum ^_^

Yuk kita perbanyak membaca buku dan mendengarkan kajian, Let's Fastabiqul khoirot !

Saturday, January 4, 2014

Inovasi Optimalisasi Produktivitas Lahan Melalui Implementasi Agri Fish Integrated Farming (AFIF) sebagai Upaya Penanggulangan Krisis Pangan di Kawasan Pinggiran Perkotaan (Sub Urban)

oleh : Abdul Malik (Budidaya Pertanian UGM 2011)
10 Essai Terbaik dalam Essay Competition International Science and Art Festival UGM

Kekayaan di Indonesia amat melimpah, mulai dari sektor agraria juga sektor perairan (laut). Maka tak mengherankan Indonesia pernah dijuluki sebagai negara agraris dan maritim. Hal ini menunjukkan bahwa unsur di bumi pertiwi dapat membawa kesejahteraan bagi rakyatnya karena ketersediaan sumber daya alam tersebut untuk dapat dimanfaatkan. Hanya bagaimanakah cara memanfaatkan dan mengatur kekayaan tersebut sehingga tetap terjaga. Ironisnya, kondisi bangsa ini semakin terpuruk dengan kondisi kemiskinan, kelaparan dan musibah yang melanda di beberapa daerah, yang tak sebanding dengan jumlah kekayaan yang melimpah.
Salah satu kantong kemiskinan yang cukup penting adalah kawasan pinggiran perkotaan. Kawasan pinggiran perkotaan dicirikan oleh tingkat pendidikan masyarakatnya yang relatif rendah, umumnya bermatapencaharian sebagai petani subsisten dan tingkat kepemilikan lahan yang sempit (rata-rata < 2500 m2 per keluarga petani). Kendala utama sektor pertanian di kawasan pinggiran perkotaan adalah kepemilikan lahan yang semakin sempit. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sarjono, Ketua Kelompok Tani Sedya Rukun, Kasihan, Bantul, beliau mengatakan bahwa rata-rata lahan yang dimiliki oleh para anggota kelompok hanya 0,03 ha dan mengalami penyempitan hinggal 2% pertahun. Hal ini disebabkan karena mulai berkembangnya industrialisasi pada lahan pinggiran perkotaan yang mengakibatkan alih fungsi lahan.
Charles Colby, 1993 (dalam Yunus 2000:177) mengemukakan bahwa kota berkembang secara dinamis dalam artian selalu berubah dari waktu ke waktu. Perkembangan (fisik) ruang merupakan manifestasi spasial dari pertambahan penduduk sebagai akibat dari meningkatnya proses urbanisasi maupun proses alamiah (melalui kelahiran), yang kemudian mendorong terjadinya peningkatan pemanfaatan ruang serta perubahan fungsi lahan. Di samping itu juga terjadinya fragmentasi lahan, yaitu dalam satu keluarga lahan yang awalnya luas dibagi-bagi/diwariskan, sehingga lahan tersebut mengalami penyusutan dan menjadi involutif (Produktivitas pertanian yang stagnan). Namun, terlepas dari transformasi ekonomi dan perubahan sosial di masyarakat pinggiran perkotaan yang semakin mengantarkan Indonesia menuju negara industri, nampaknya tidak salah jika kita masih menganggap Indonesia sebagai negara agraris.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011 menginformasikan, jumlah penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian mencapai 39.328.915 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk diasumsikan 1,3-1,5 persen pertahun (http://www.litbang.deptan.go.id/special/rppk(online), diakses pada 31 Januari 2013). Kondisi ini tentulah harus diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan pangan. Angka pertumbuhan produksi pangan seharusnya di atas atau setidak-tidaknya sama dengan angka laju pertumbuhan tersebut. Upaya pemenuhan kebutuhan pangan dimaksud dapat terwujud dengan adanya dukungan ketersediaan lahan pertanian dan optimalisasi pemanfaatan bahan pangan lokal. Namun, yang terjadi sebaliknya yaitu menurunnya penggunaan lahan sawah. BPS kembali melaporkan bahwa pada tahun 2012 saja terjadi penyusutan seluas 12,63 ribu hektar atau 0,1 % total luas lahan. Secara keseluruhan, lahan pertanian di Indonesia berkurang 27 ribu hektar per tahun. (http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4617&Itemid=29(online), diakses pada 31 Januari 2013).

        
          Berdasarkan data tabel neraca luas lahan diatas dapat diketahui bahwa penyebab lainnya menurunnya produktivitas lahan dan penyebab stagnasi dikarenakan semakin tingginya alih fungsi lahan pertanian, sperti pada tabel neraca lahan sawah diatas menunjukkan bahwa tingkat konversi lahan sawah di Indonesia lebih tinggi dari pada penambahan luas lahan sawah di tahun 1999 – 2002 yaitu seluas 423.857 hektar. (Badan Litbang Pertanian (RPPK), 2005). Alih fungsi lahan tersebut terjadi karena lahan pertanian yang sempit dan produktivitas yang semakin menurun, memaksa petani lebih memilih beralih ke perikanan darat atau yang lebih parah lagi dijual untuk dijadikan perumahan.
Kondisi alih fungsi lahan pertanian tersebut tampaknya tidak sejalan dengan program swasembada pangan yang merupakan program prioritas pemerintah. Sementara itu, kebutuhan pangan yang meningkat setiap tahunnya, mengakibatkan harga bahan pangan melonjak jika tidak diimbangi dengan penyediaan atau produksi yang cukup. Lebih jauh lagi dapat terjadi krisis pangan. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya mampu mempersiapkan bangsa ini dari krisis pangan. Sehingga diantara pengembangannya yaitu melalui pendekatan rekayasa optimalisasi produktivitas lahan, salah satu pendekatan yang berpeluang mengatasi permasalahan penyempitan lahan pertanian khususnya di kawasan pinggiran perkotaan (Sub Urban) adalah dengan Agri Fish Integrated Farming (AFIF). AFIF ini merupakan sebuah contoh sistem pertanian terintegrasi yang memadukan beberapa teknik budidaya pertanian dan perikanan dengan kegiatan bercocok tanam. Seperti halnya di Provinsi Bali telah berhasil menerapkan SIMANTRI (Sistem Pertanian Terintegrasi) yaitu program terobosan untuk mempercepat adopsi teknologi pertanian berbasis pertanian terpadu. Konsep sistem tersebut hampir sama dengan AFIF yaitu pemaksimalan dan pengintegrasian potensi lokal yang berorientasi pada pertanian yang berkelanjutan dengan menggunakan teknologi sederhana tepat guna (http://distanprovinsibali.com/index.php?menu=tentangsimantri, diakses pada 8 Februari 2013).
Implementasi AFIF (Agri Fish Integrated Farming) di lapangan adalah dengan memadukan dua teknik budidaya yaitu pertanian dan perikanan lalu merekayasanya menjadi satu kesatuan. Dengan memanfaatkan saluran irigasi yang lancar, sebagian kecil lahan pertanian dimodifikasi menjadi kolam aquaponik, dengan ukuran minimal 3m x 4m untuk budidaya ikan yang optimal. Disekeliling kolam tersebut dibuat media tanam dengan dua tipe, yaitu media tanam filtrasi dan vertikultur. Keduanya memiliki fungsi yang berbeda dengan tujuan yang sama untuk meningkatkan produktivitas. Tanaman yang bisa dibudidayakan beraneka ragam mulai dari bahan pangan (jagung, singkong, umbi-umbian) dan sayuran (bayam, kangkung, sawi, kacang panjang, terong dan lain-lain), sedangkan untuk ikan budidaya adalah gurame, patin, lele dan nila.
Kedua teknik tersebut dipadukan dengan sistem resirkulasi yang merupakan konsep dari aquaponik dengan menggunakan teknologi sederhana tepat guna berupa wasserat mit (kincir air). Kegiatan budidaya ikan yang biasanya menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan dapat diminimalisir dengan media tanam filtrasi yang akan menyaring unsur amoniak pada air kolam yang pada konsentrasi tertentu bisa menghambat pertumbuhan ikan dan juga limbah budidaya ikan tersebut dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk menyuburkan tanaman di sekelilingnya. Outputnya, hasil panen dari sistem AFIF ini dapat untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dan limbah air budidaya dari AFIF dapat dimanfaatkan kembali untuk mengairi sawah.
Modifikasi lahan pertanian dengan sistem AFIF ini dapat mengoptimalkan produktivitas lahan dengan memaksimalkan pemanfaatkan sumber daya alam lokal, tidak mengacu pada satu varietas saja. Sehingga hasil panen para petani yang relatif minimal dapat dikumpulkan melalui gapoktan yang mungkin dapat disalurkan pada Gudang Bulog terdekat, sebagai bahan cadangan makanan manakala krisis pangan terjadi. Terpinggirkannya kebijakan investasi pertanian dan budaya bangsa kita yang masih tinggi terhadap konsumsi beras sebagai bahan pangan cukup mendukung sistem Agri Fish Integrated Farming (AFIF) sebagai salah satu solusi terbaik menghadapi krisis pangan.



AFIF tampak dari samping

AFIF tampak dari atas

Daftar Pustaka

Badan Litbang Pertanian. 2011. Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. http://www.litbang.deptan.go.id/special/rppk.  Diakses pada 31 Januari 2013.
Badan Litbang Pertanian. 2005. Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
(RPPK). Jakarta.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Prov. Bali. 2010. Kegiatan Sistem Pertanian Terintegrasi (SIMATRI) di Provinsi Bali.http://distanprovinsibali.com/index.php?menu=tentangsimantri. Diakses pada 8 Februari 2013.
Yunus, Hadi S., 2000, Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta, Penerbit Pustaka Pelajar.

No comments:

Post a Comment