Assalamu'alaikum ^_^

Yuk kita perbanyak membaca buku dan mendengarkan kajian, Let's Fastabiqul khoirot !

Monday, January 23, 2017

Menjadi Ibu Rumah Tangga Profesional


Pada kesempatan kali ini saya ingin membagikan sepenggal cerita
cerita tentang indahnya rumah tangga, hidup berkeluarga dalam asas perjuangan
berjuangan membangun cinta kasih dan sayang, karenaNya, bersamaNya dan di jalanNya

Cerita yang akan saya bagikan adalah profil seorang ibu rumah tangga 
beliau bukan ibu rumah tangga biasa, namun...
dengan karyanya beliau bisa membangun surga dunia keluarganya

Beliau bernama Bunda Septi Peni Wulandani.
Selain sebagai ibu rumah tangga profesional, beliau adalah penemu model hitung jaritmatika, 
juga seorang wanita yang amat peduli pada nasib ibu-ibu di Indonesia. 
Seorang wanita yang ingin mengajak wanita Indonesia,
kembali ke fitrahnya sebagai wanita seutuhnya. 

Mendengar penyampaian beliau tentang perjuangan mendidik tiga putra putrinya 
rasanya seperti melihat 3 Idiots. Namun ini bukanlah film, tapi benar benar sebuah kisah nyata
Semuanya berawal saat beliau memutuskan untuk menikah. 
Jika ada pepatah yang mengatakan bahwa pernikahan adalah peristiwa peradaban,
untuk kisah Ibu Septi, pepatah itu tepat sekali. Di usianya yang masih 20 tahun, 
Ibu Septi sudah lulus dan mendapat SK sebagai PNS. 

Di saat yang bersamaan, beliau dilamar oleh seseorang. 
Beliau memilih untuk menikah, menerima lamaran tersebut. 
Namun sang calon suami mengajukan persyaratan: 
beliau ingin yang mendidik anak-anaknya kelak hanyalah ibu kandungnya. 
Artinya? Beliau ingin istrinya menjadi seorang ibu rumah tangga. 
Harapan untuk menjadi PNS itu pun pupus. Beliau tidak mengambilnya. 
Ibu Septi memilih menjadi ibu rumah tangga. 

Subhanallah... luar biasa bukan ? 
inilah saatnya kisah perjuangan pun dimulai. Let's START begin...^^ 

Setelah proses lamaran tersebut,
Akhirnya beliaupun menikah. Pernikahan yang unik. 
Sepasang suami istri ini sepakat untuk menutup semua gelar yang mereka dapat ketika kuliah. 
Aksi ini sempat diprotes oleh orang tua, 
bahkan di undangan pernikahan mereka pun tidak ada tambahan titel/ gelar di sebelah nama mereka. 

Keduanya sepakat bahwa setelah menikah mereka akan memulai kuliah di universitas kehidupan. 
Mereka akan belajar dari mana saja. Pasangan ini bahkan sering ikut berbagai kuliah umum 
di berbagai kampus untuk mencari ilmu. Gelar yang mereka kejar adalah gelar almarhum 
dan almarhumah. 

Subhanallah. 
Tentu saja tujuan mereka adalah khusnul khatimah. 
Sampai di sini, sudah kebayang kan bahwa pasangan ini akan mencipta keluarga yang barokah ?

Ya, keluarga ini makin berkah ketika sudah ada anak-anak hadir melengkapi kehidupan keluarga. 
Dalam mendidik anak, Ibu Septi menceritakan salah satu prinsip dalam parenting adalah demokratis, 
merdekakan apa keinginan anak-anak. Begitupun untuk urusan sekolah. 

Orang tua sebaiknya memberikan alternatif terbaik lalu biarkan anak yang memilih. 
Ibu Septi memberikan beberapa pilihan sekolah untuk anaknya: 
mau sekolah favorit A? Sekolah alam? Sekolah bla bla bla. 
Atau tidak sekolah? 

Dan wow, anak-anaknya memilih untuk tidak sekolah. 
Tidak sekolah bukan berarti tidak mencari ilmu kan? 
Ibu Septi dan keluarga punya prinsip: 
Selama Allah dan Rasul tidak marah, berarti boleh. 
Yang diperintahkan Allah dan Rasul adalah agar manusia mencari ilmu. 
Mencari ilmu tidak melulu melalui sekolah kan? 
Uniknya, setiap anak harus punya project yang harus dijalani sejak usia 9 tahun. 

Dan hasilnya?

Enes, anak pertama. 
Ia begitu peduli terhadap lingkungan, punya banyak project peduli lingkungan, 
memperoleh penghargaan dari Ashoka, masuk koran berkali-kali. 
Saat ini usianya 17 tahun dan sedang menyelesaikan studi S1nya di Singapura. 
Ia kuliah setelah SMP, tanpa ijazah. Modal presentasi. 
Ia kuliah dengan biaya sendiri bermodal menjadi seorang financial analyst. Bla bla bla banyak lagi.
Keren pokoknya. 

Saat kuliah di tahun pertama ia sempat minta dibiayai orang tua, 
namun ia berjanji akan menggantinya dengan sebuah perusahaan. 
Subhanallah. Uang dari orang tuanya tidak ia gunakan, ia memilih menjual makanan door to door 
sambil mengajar anak-anak untuk membiayai kuliahnya.

Ara (teman saya di Forum Inodnesia Muda), anak ke-2. 
Ia sangat suka minum susu dan tidak bisa hidup tanpa susu. 
Karena itu, ia kemudian berternak sapi. Pada usianya yang masih 10 tahun, 
Ara sudah menjadi pebisnis sapi yang mengelola lebih dari 5000 sapi. 
Bisnisnya ini konon turut membangun suatu desa. Subhanallah ! 
Ara ternyata saat ini juga tengah kuliah di Singapura menyusul sang kakak.

Elan, si bungsu pecinta robot. 
Usianya masih amat belia. Ia menciptakan robot dari sampah. 
Ia percaya bahwa anak-anak Indonesia sebenarnya bisa membuat robotnya sendiri 
dan bisa menjadi kreatif. Saat ini, ia tengah mencari investor dan terus berkampanye 
untuk inovasi robotnya yang terbuat dari sampah. 

Lalu saat diskusi banyak juga peserta yang lalu bertanya, “kenapa cuma 3, Bu?”
tapi itu hanya bercanda... hehe

Dari sharing bersama Ibu Septi sore itu, dapat diambil sebuah hikmah tentang 
beberapa hal berkaitan dengan rahasia kecil yang dimiliki keluarga Bu Septi, yaitu:

1. Anak-anak adalah jiwa yang merdeka, bersikap demokratis kepada mereka adalah suatu keniscayaan

2. Anak-anak sudah diajarkan tanggung jawab dan praktek nyata sejak kecil melalui project. Seperti yang saya bilang tadi, di usia 9 tahun, anak-anak Ibu Septi sudah diwajibkan untuk punya project yang wajib dilaksanakan. Mereka wajib presentasi kepada orang tua setiap minggu tentang project tersebut.

3. Meja makan adalah sarana untuk diskusi. Di sana mereka akan membicarakan tentang ‘kami’, tentang mereka saja, seperti sudah sukses apa? Mau sukses apa? Kesalahan apa yang dilakukan? Oh ya, keluarga ini juga punya prinsip, “kita boleh salah, yang tidak boleh itu adalah tidak belajar dari kesalahan tersebut”. Bahkan mereka punya waktu untuk merayakan kesalahan yang disebut dengan “false celebration”.

4. Rasulullah SAW sebagai role model. Kisah-kisah Rasul diulas. Pada usia sekian Rasul sudah bisa begini, maka di usia sekian berarti kita juga harus begitu. Karena alasan ini pula Enes memutuskan untuk kuliah di Singapura, ia ingin hijrah seperti yang dicontohkan Rasulullah. Ia ingin pergi ke suatu tempat di mana ia tidak dikenal sebagai anak dari orang tuanya yang memang sudah terkenal hebat.

5. Mempunyai vision board dan vision talk. Mereka punya gulungan mimpi yang dibawa ke mana-mana. Dalam setiap kesempatan bertemu dengan orang-orang hebat, mereka akan share mimpi-mimpi mereka. Prinsip mimpi: Dream it, share it, do it, grow it!

6. Selalu ditanamkan bahwa belajar itu untuk mencari ilmu, bukan untuk mencari nilai

7. Mereka punya prinsip harus jadi entrepreneur. Bahkan sang ayah pun keluar dari pekerjaannya di suatu bank dan membangun berbagai bisnis bersama keluarga. Apa yang ia dapat selama bekerja ia terapkan di bisnisnya. 

8. Punya cara belajar yang unik. Selain belajar dengan cara home schooling di mana Ibu sebagai pendidik, belajar dari buku dan berbagai sumber, keluarga ini punya cara belajar yang disebut Nyantrik. Nyantrik adalah proses belajar hebat dengan orang hebat. Anak-anak akan datang ke perusahaan besar dan mengajukan diri menjadi karyawan magang. Jangan tanya magang jadi apa ya, mereka magang jadi apa aja. Ngepel, membersihkan kamar mandi, apapun. Mereka pun tidak meminta gaji. Yang penting, mereka diberi waktu 15 menit untuk berdiskusi dengan pemimpin perusahaan atau seorang yang ahli setiap hari selama magang.

9. Hal terpenting yang harus dibangun oleh sebuah keluarga adalah kesamaan visi antara suami dan istri. That’s why milih jodoh itu harus teliti. Hehe. Satu cinta belum tentu satu visi, tapi satu visi pasti satu cinta ??

10. Punya kurikulum yang keren, di mana fondasinya adalah iman, akhlak, adab, dan bicara.

11. Di-handle oleh ibu kandung sebagai pendidik utama. Ibu bertindak sebagai ibu, partner, teman, guru, semuanya.

Profesi ibu rumah tangga itu profesi yang keren banget bukan? 
profesi yang mulia dan memuliakan

Ia adalah kunci awal terbentuknya generasi brilian bangsa. 
Saya ingat cerita Ibu Septi di awal kondisi beliau menjadi ibu rumah tangga. 
Saat itu beliau iri melihat wanita sebayanya yang berpakaian rapi pergi ke kantor 
sedangkan beliau hanya mengenakan daster. Jadilah beliau mengubah style-nya. 
Jadi Ibu rumah tangga itu keren, jadi tampilannya juga harus keren, 
bahkan punya kartu nama dengan profesi paling mulia: housewife. 

So, masih zaman berpikiran bahwa ibu rumah tangga itu sebatas sumur, kasur, lalala 
yang haknya terinjak-injak dan melanggar HAM ? 
Housewife is the most presticious  career for a woman, right? 
Tapi semuanya tetap pilihan. Dan setiap pilihan punya konsekuensi ?
Jadi apapun kalian wahai para akhwat dan khususnya antum yg sedang membaca ini
semoga tetap menjadi pendidik hebat untuk anak-anak generasi penerus perjuangan dakwah islam.

Mungkin cerita diatas adalah sedikit hikmah yang dapat saya petik 
dari pertemuan saya dengan beliau Bunda Septi Peni Wulandani.

Kalau teman teman masih ingin kepo tentang beliau bisa buka twitter Bunda @septipw 
atau gabung dan ikut kuliah online tentang keiburumahtanggaan di ibuprofesional.com.

Wallahu 'alam bisshowab
AM - Jogja 23/01/2017

No comments:

Post a Comment